Tampilkan postingan dengan label Amerika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Amerika. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 Juni 2015

Petualangan Hari Ke-3 di Washington, DC

Washington, DC, 3 Januari 2015 (part-1)
Kelelahan berkeliling Pittsburgh yang amat sangat mengantarkan kami ke dalam buaian mimpi yang indah. Terlebih bis yang kami tumpangi berjalan teramat halus dan lembut, bagai jari jemariku (eh? Masa?). Kami hanya terbangun saat bis sudah mulai memasuki kawasan kota karena jalan bis lebih lambat. Mata kami langsung segar bugar saat bis berhenti di Union Station yang menjadi tempat mangkalnya bis antar-kota-antar-propinsi, bus dalam kota hingga kereta api AMTRAK. Terminal pusat DC ini lumayan besar dan luas meski hanya memiliki dua lantai dimana lantai pertama untuk AMTRAK dan lantai kedua untuk bis. Meski sudah ada sentuhan-sentuhan modern, kami bisa merasakan bau kuno dari tembok bangunan ini. Lantai dua ini tidak sepenuhnya ditutupi dinding sehingga sebagian kawasan memiliki open space dimana angin pagi berhembus kencang, membuat kami menggigil kedinginan dan segera turun ke lantai 1 yang lebih tertutup dan tentunya lebih hangat.

Saat kami turun ke lantai 1, keadaan terminal sangat sepi, hanya segelintir penumpang yang turun bersamaan dengan kami. Lantai ini selain menjadi tempat tunggu dan pemberhentian AMTRAK juga terdapat pertokoan yang menjajakan souvenir hingga makanan. Namun hampir seluruh toko masih tutup padahal perut kami mulai bergemuruh. Karena Subuh masih jam 7, kami masih memiliki dua jam untuk sarapan dan mencari tempat strategis untuk solat. Di salah satu ujung lorong dekat women restroom, kami melihat kesibukan kecil di sana. Ternyata McDonald! Jam 5 sepagi ini, hanya McDonald yang sudah menggeliat bangun dan melayani konsumen. Aku hanya memesan kopi karena kami masih memiliki brownies yang sudah kami pikul di punggung semenjak 3 hari yang lalu. Apalagi dari Pittsburgh, aku juga masih memiliki sisa kebab kambing dan chicken tandoori yang sudah mendingin dan dagingnya liat di gigi. Lumayan, pagi-pagi mulutku sudah olahraga mengunyah ayam alot ini.

Saat kami tengah menyantap sarapan di dalam McDonald, kami mengedarkan pandang melihat siapa saja “teman” kami pagi ini. Ternyata oh ternyata, selain kami, ada sekitar enam orang lainnya; semuanya orang kulit hitam yang sebagian besar berumur 50 tahun ke atas. Mereka semua mengenakan jaket lusuh, sepatu kets kotor, jins belel dan topi rajut penahan dingin. Intinya: mereka seperti gembel jalanan. Entah mengapa, aku merasa familiar dengan penampilan mereka. Saat kulihat dua lelaki di depanku, Bambang dan Suamiku, style mereka hampir sama dengan gembel di sekitar kami!
“Eh…perhatikan deh.. di McD ini kok isinya gembel semua? Mana penampilan mereka mirip kalian lagi!” Ujarku. Bambang dan Suamiku akhirnya memperhatikan dan menyadari bahwa McD buka-buka pagi ini untuk “menyambut” para gembel kelaparan yang tidak punya tempat tidur selain jalanan dan terminal.
“Iya ya.. Kalau di Indonesia, McD itu untuk kaum menengah ke atas. Di sini, ternyata untuk gembel!” Seru Bambang.
“Iya, dan kita termasuk salah satu gembel itu!” Simpulku dan kami terkikik pelan, menyadari nasib mengenaskan ini.

Jumat, 03 April 2015

Petualangan Hari Ke-2 di Pittsburgh, Pennsylvania

Pittsburgh, Pennsylvania, 2 Januari 2015

Dari Cleveland ke Pittsburgh ditempuh hanya 2 jam 30 menit. Cukup dekat, meski kedua kota tersebut terletak di berbeda state. Mungkin seperti dari Cirebon (Jawa Barat) ke Tegal (Jawa Tengah). Di dalam bus, aku duduk terpisah dari suami karena bus sudah hampir penuh. Awalnya, aku kira tidak bisa tidur tanpa di samping suami karena pundaknya adalah bantalku. Ternyata, saat bus mulai bergerak, mataku langsung menutup rapat-rapat. Meski total tidur tadi malam hanya sekitar 5 jam (Detroit 2 jam, terminal Cleveland 1 jam, bus ke Pittsburgh 2 jam), tapi mata ini segar ceria saat ditugaskan untuk melihat pemandangan yang indah-indah.
Dari sini saja, terlihat ada empat jembatan yang menghubungkan dua kawasan kota Pittsburgh

Oh….Pittsburgh memang sangat indah. Selain terkenal sebagai Steel City (Kota Baja) karena memiliki ratusan perusahaan yang bergerak di bidang baja, Pittsburgh juga disebut sebagai The City of Bridge (Kota Jembatan) karena ada hampir 500 jembatan di kota yang dialiri 3 sungai besar. Bayangkan, tiga sungai besar menyatu di sebuah kota! Sungguh sejuk melihat biru-bening-binar-berlian (kok, kaya judul sinetron?) bertebaran dan menghampar di sepanjang mata memandang. Maaf kawan, saat kusebut “sungai,” jangan kau identikkan dengan sungai Ciliwung yang *****(disensor) itu, tapi sungai jernih bersih yang bahkan airnya seperti bisa diminum langsung. Aku bayangkan, produk air mineral di sini tidak laku. Kalau haus, tinggal bahwa sedotan superpanjang, duduk di samping sungai, lalu sedot airnya kuat-kuat.
Binar Bening Berlian di Allegheny River

Jumat, 30 Januari 2015

Catatan Singkat untuk Para Pemimpi

Dahulu kala, di sebuah kampung sunyi terpencil, seorang anak kecil bermimpi ke Amerika karena ia mendengar bahwa Backstreet Boys dan Britney Spears berasal dari sana. Sontak saja ia berdoa dan berdoa pada Tuhan, entah bagaimana caranya agar ia bisa hinggap di Amerika. Dan, dengan cara yang ajaib dan perlahan, gadis kecil dekil itu bisa menjejakkan kakinya di negeri yang dipimpin Obama itu sampai dua kali. Ya, dua kali! Tiap kali Obama terpilih jadi presiden, tiap kali itu pula ia ke Amerika, dan mengunjungi rumahnya (meski cuma sampai batas pagar White House saja).

udah malem, Obama dah bobok. Kalo pagi, mungkin dia keliatan lagi nyapu halaman.

Dan..gadis kecil itu sekarang berubah menjadi wanita tembem bernama Imas Istiani, alias saya. Saya pertama kali ke Amrik melalui program beasiswa Global Undergraduate Program 2009/2010 yang dikelola AMINEF selama 10 bulan. Bersama 9 peserta lainnya dari seluruh Indonesia, kami diberangkatkan sendiri-sendiri karena ditempatkan di kampus yang berbeda. Saya sendiri ditempatkan di Humboldt State University, California. Kampus kecil yang terletak di daerah yang begitu asri dan indah dengan pepohonan besar, tinggi dan kuno, hampir mirip dengan lokasi film Twilight. Sejak pertama kali menjejakkan kaki, hingga harus hengkang dari sana, saya tak berhenti bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk belajar dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya (sekaligus jalan-jalan sesering mungkin).


Terpaksa maen ke Disneyland, biar adikku yang cewek ngiri, heheh

Kamis, 22 Januari 2015

Petualangan Hari Ke-2 di Cleveland (Antara Harapan dan Kenyataan)

Cleveland, Ohio, 2 Januari 2015

Apabila kawan punya waktu 6 jam di sebuah kota yang kemungkinan besar tak akan kawan kunjungi lagi, apakah yang akan kawan lakukan?
Ya jelas dikelilingin dong!!! Kapan lagi bisa ke sini?
Itulah prinsipku. Aku bahkan sudah merancang untuk pergi ke 12 tempat dalam waktu 6 jam.

Tapi beda dengan dua punggawa di kiri-kananku, mereka geleng-geleng kepala melihat proposal yang ku ajukan dua hari sebelumnya.
“Are you gonna kill us? Come on, one or two major places will be fine…But I like it! It looks good on paper though!” ujar Bambang. Senada dengan Bambang, suamiku berpendapat, “apa ga bahaya kita jalan-jalan malam-malam, apalagi udaranya pasti bakal dingin!”

Aku sendiri awalnya pesimis bisa menyinggahi semua tempat itu, tapi aku meyakinkan mereka bahkan bus kota sudah mulai beroperasi mulai dari jam 2 pagi, jadi bisa naik bus jika dirasa kurang aman dan nyaman. Setelah ditimbang, diteliti, kemudian digosok-gosok (emangnya lampu ajaib?), akhirnya kami mencoba untuk “give it a try if it’s gonna be worth it!”

Sekitar jam setengah satu pagi, kami turun dari Greyhound dan beristirahat sejenak di terminal. Tidur sekitar 3 jam selain menyegarkan mata juga ternyata membuat perut mulai berbunyi lagi. Segera saja kubuka nasi goreng yang 12 jam lalu empuk dan hangat, sekarang teramat dingin dan sedikit keras. Tapi karena kami orang yang pandai bersyukur, nasi goreng keras ini kami sebut “nasi goreng krispi” karena berbunyi kriuk-kriuk saat dikunyah. Dengan alasan untuk memperingan beban bawaan, kami tandaskan seluruh nasgor krispi yang aku prediksikan bisa menyelamatkan bahaya kelaparan selama dua hari. Tak disangka, tak diduga, nasgor krispi ini sungguh terasa nikmat sekali. Saking nikmatnya, ide bisnis langsung timbul pada suapan pertama.

Sepulangnya nanti ke Indonesia, aku ingin membuka warung makan yang menu andalannya adalah Nasi Goreng Krispi Winter Amerika. Kujual murah saja, 5.000/piring agar menarik pelanggan. Jadi, selain bumbu rahasia racikan Suami yang memberi aroma dan rasa yang tajam, butir nasi yang terasa kriuk saat dikunyah ini karena ada proses lain setelah penggorengan, yaitu pendinginan. Nasgor yang sudah digoreng kemudian dimasukkan ke dalam kulkas selama 12 jam, untuk menggantikan sensasi winter di Amerika. Pelanggan yang memesan otomatis harus menunggu nasgor empuk mereka berubah krispi dalam jangka waktu minimal 12 jam. Oleh karenanya, untuk menghibur pelanggan yang suntuk, warungku juga akan menyediakan Teka-Teki Silang(Rp. 2.000 untuk yang covernya Nikita Willy, dan Rp. 2.500 untuk yang covernya Nikita Mirzani), sewa catur Rp. 5.000/jam, mancing ikan di empang Rp. 10.000/jam, mancing ikan di aquarium Rp.15.000/jam, dan juga playing poks (baca:flying fox) Rp.15.000/kilometer. Tiba-tiba aku merasa bisnismen yang jenius! Belum ada warung nasgor di Indonesia yang memiliki konsep seperti ini. Suamiku pasti bangga akan istrinya yang pandai memutar otak ini!

Selesai berkhayal sambil berkriuk-kriuk, aku langsung mengeluarkan kertas berisi daftar nama tempat yang harus dikunjungi, lengkap dengan jarak dari tujuan satu ke tujuan lainnya. Sementara itu, untuk panduan arah lengkapnya, kami selalu konsultasikan dengan google map. Saat ia bilang ke kiri, kami ke kiri. Saat ia bilang ke kanan, kami ikut ke kanan. Terkadang saat ia bilang ke selatan, kami terkadang belok ke utara. Saat kami mulai salah satu langkah saja, navigasi jadi kacau. Terkadang harus mundur lagi ke tempat semula. Beginilah jadinya kalau terlalu menggantungkan diri pada google. Arah mata angin yang cuma empat aja masih ketuker-tuker. Jadi mikir, dulu Frodo dan kawan-kawan di Lord of The Ring ga pake google map, kok ya bisa selamat nyampe tujuan ya? Apa karena mereka mengandalkan posisi bintang? (Bener juga kata Kangen Band…Coba kau pikirkan, coba kau renungkan, tanya bintang-bintang, hanya kaulah yang kusayang..)

Namun demikian, dengan susah sungguh, kami berusaha tetap menerobos angin malam yang kencang berhembus. Kebetulan malam ini bulan purnama, ditambah posisi Cleveland ini persis di pinggir Lake Erie, danau terbesar ke-4 di Amerika Utara, diperparah lagi oleh masuknya musim dingin, hanya separuh tempat tujuan yang berhasil kami singgahi.
Dan hasil jepretannya…..lumayan bikin gigit jari, sodara-sodara!!! Tempat yang kubayangkan berbanding lurus tegak sedikit berbelok ke kanan kemudian ke utara dengan kenyataan di depan mata. Malam ini kami mendapat pelajaran berharga. Sebagus apapun kameramu, sebaru apapun waktu belinya, kalau moto malam-malam, plus ga bisa nyetting dan makenya, hasilnya seperti di bawah ini…



1. Cleveland Public Square
Yang dibayangkan....

Kenyataan hidup...

Kamis, 15 Januari 2015

Petualangan Hari ke-1 di East Lansing, Michigan

31 Desember 2014
Malam tahun baru. Di Amerika Serikat. Lagi liburan semester.
Kebanyakan kawanku di Indonesia mungkin mengira aku tengah menikmati pesta kembang api, tiup terompet, berdesak-desakan dengan ratusan ribu orang yang tumpah di jalanan New York, atau setidaknya Chicago.

No..no..no! Tahun baruanku diisi dengan meringkuk di sudut sofa sambil baca timeline fesbuk! Sangat jauuuuuh dari keramaian dan kebisingan. Kawan lamaku di Semarang tidak percaya saat kubilang bahwa bahkan desa paling terisolir di Semarang pun jauh lebih ramai dibandingkan dengan tempatku sekarang. Bukan hiperbolis, memang demikian kenyataannya. Penduduk di kota kecilku ini sebagian besar adalah mahasiswa yang langsung kabur ngacir saat bendera bernama liburan dikibarkan.

Lalu, kenapa aku hanya meringkuk sambil jilat-jilat mangkuk?
Ya..karena aku sedang mengadakan ritual pengumpulan energi. Malam ini aku usahakan tidur sepuas-puasnya dan makan sekenyang-kenyangnya agar besok siap tempur melawan kebosanan.

Yup! Besok aku akan keliling 8 kota di Amerika Serikat dalam seminggu! 1 tas gunung yang sudah membubul tinggi dan 1 backpack pollo classic yang terlihat gendut sudah duduk manis minta digendong kemana-mana. Jadi inget Mbah S***p. Seminggu nanti, kedua tas itu akan melekat erat di punggung kami.
Wahai Benua Columbus Copernicus Amerika….tunggu kedatanganku!!!

Mt Pleasant, Michigan, 1 Januari 2015
Beruntung kami sudah packing sejak kemarin. Pagi ini sebelum berangkat, aku memasak 6 butir telur mata sapi sementara suami tampak heboh kasrak-kusruk dengan penggorengan. Ku akui, dalam hal memasak nasi goreng, suamiku jauh lebih unggul. Itu karena ia bisa menemukan rasio yang tepat antara level keempukan nasi dengan ketebalan terasi. Untuk menghemat pengeluaran, aku bertekad untuk membawa bekal, setidaknya bisa mengurangi resiko jajan gorengan sembarangan di jalan. Setelah semua masak-masak dan beres-beres apartemen berakhir, aku mengguyur badan agak lebih lama(yang biasanya mandi cuma 4 menit sekarang menjadi 4 menit lebih 20 detik), mengingat kemungkinan akan bisa bertemu bak mandi kembali sekitar 4 hari yang akan datang.

Minggu, 17 Agustus 2014

Dua Pelajaran Berharga dari Dapurku



Tidak terasa aku sudah menghirup udara Arkansas selama 3 minggu. Seminggu lagi aku akan didepak dari University of Arkansas, kampus sementara yang membekaliku dengan sebaskom ilmu untuk bekalku nanti menghadapi perkuliahan yang sebenarnya di Central Michigan University. Kutengok kulkasku; ada begitu buanyak persediaan makanan yang harus kuhabiskan. 2 minggu di sini aku puasa, jadi tidak banyak makanan yang masuk ke dalam gentong perutku. Karena sabtu ini seharian aku libur, di saat yang lain masih tertidur nyenyak, aku mengobrak-abrik dapur. Ada sekantong besar kentang, 5 pond wortel, 5 iris daging ikan,  sebongkah brokoli, segayung bunga kol dan setengah lusin telur. Semuanya aku bantai tanpa ampun. Tomat, cabe, bawang aku iris-iris tipis. Aku banting semuanya ke dalam panci. Terakhir, aku oleskan pasta tomat dan bumbu nasi goreng yang kubawa dari Indonesia.  Jadilah, ‘orak-arik-membabi-buta-pagi-hari’.
 
Kampus Satu Bulan..oh indahnya..
Sebagian kentang aku rebus. Karena terlalu lama direbus, kentangnya terlalu lembek untuk dibuat perkedel. Hasilnya, saat digoreng, si kentang melebur dengan minyak jagung. Payah nih..bikin perkedel aja ga bisa. Sebaskom adonan perkedel akhirnya aku panggang di oven.
Dan bagaimana hasilnya?
Aku tidak mau memfotonya. Sungguh karya cipta yang membuat sakit mata dan sakit perut.

Dengan segala niat baik, aku mengundang teman-teman sekelas untuk mencicipinya. Namun, yang datang hanyalah berbagai alasan. "Imas, tadi aku barusan sarapan," "Imas, aku baru baca postinganmu.Maaf, aku kesiangan!" Tapi ada juga yang jujur, "maaf, perutku rentan dengan masakan pedas." Semua sudah tau bahwa yang kumasak lebih pantas disebut “mercon” daripada “masakan”. Hanya satu yang bersedia datang dan rela kujadikan korban; Rudi Hartono, dari Indonesia juga. Masakan yang harusnya disikat oleh orang sekampung hanya dihabiskan oleh kami berdua. Tentu, masih banyak yang tersisa.
“Rud, nanti makan siang ke sini lagi ya!”
“Mau masak apa lagi, Mas?”
“Ya enggaklah..habisin yang ada aja..”
“Eh..enggak deh, Mas..makasih..kayaknya nanti siang aku masih kenyang.”
Masih kenyang??? Meski IQ-ku cuma setinggi pohon kelapa, tapi aku paham apa yang dimaksud Rudi dengan “masih kenyang”.

Kini, tiba giliran bersih-bersih dapur. Semua kulit kentang, wortel, tangkai brokoli, dan sampah makanan lainnya aku masukkan ke dalam sink dapur. Karena tak kuat melumat semua sampah dalam sekejap, si sink ngadat dan mogok kerja. Air bekas cucian piring mulai menggenang dan hampir tumpah ke lantai. Panik langsung merayap. Kuambil panci terbesar untuk membuang genangan air ke luar apartemen. 7 kali bolak balik (persis sejumlah sa’I dari shofah ke marwah). Teman-teman seapartemenku langsung kuberi peringatan:
“Jangan pakai sink dulu!”
Lalu, datanglah Chang dari apartemen sebelah.
“Coba kamu pakai dishwasher. Antara dishwasher dan sink itu satu saluran. Jadi, kalau dishwashernya dipake, nanti saat pembuangan air, baik dari dishwasher maupun sink keluarnya barengan.” Begitulah kira-kira yang kutangkap.
Kebetulan, peralatan masak dan makan tadi belum kucuci. Semuanya langsung kumasukkan dishwasher dan kunyalakan tombolnya. Cucian akan beres selama satu jam. Oh..nikmatnya hidup tanpa cucian…
Namun, saat dishwasher bekerja, air di sink makin meluap tanpa henti! Kali ini ditambah lagi busa putih menjijikkan yang kuduga berasal dari dishwasher. Bolak-balik lagi, aku mengangkut air dan membuangnya ke halaman belakang apartemen.

Senin, 11 Agustus 2014

Jilbabku; Bagaimana Kabarmu?



Di penghujung minggu pertama, Spring International Language Program (SILC) University of Arkansas mengadakan dinner antara peserta program dan staffnya di rumah Dr. Lanier, sang Program Director. Rumahnya tidak terlalu besar, namun penuh sesak oleh barang-barang antik yang ia dapatkan dari puluhan negara; Dr. Lanier sudah menjelajahi hampir separuh dunia! (Ouch…One of my dreams!)

Di saat yang lain makan, aku memandangi bunga(dan piring di belakangnya)
Saat yang lain sudah mulai mengiris-iris daging steaknya masing-masing, aku masih meringis-ringis, menanti jam 8.30, waktu magrib di daerah setempat. Kami duduk memanjang dan saling berhadapan. Di depanku adalah Wayne, salah seorang instruktur bahasa kami. Di tahun akademik normal, Wayne adalah dosen di University of California Berkeley, salah satu kampus impian tingkat dunia. Melihatku tengah meneteskan air liur, Wayne berusaha memalingkan perhatianku dari steak menggiurkan itu.

“Imas, I’m gonna ask you something. Menurutmu, orang yang tidak memakai kerudung adalah orang yang tidak baik?”

Jumat, 20 Juni 2014

A – Z PERBURUAN BEASISWA


A : Allah, Alhamdulillah, AMINEF, Amerika, Anugerah
Alhamdulillah, Allah telah menganugerahkanku beasiswa S2 ke Amerika melalui yayasan AMINEF.
B : Belajar
Belajar adalah tujuan utamaku. Jalan-jalan dan bersenang-senang adalah konsekuensi tak terhindarkan dalam mencapai tujuan utama.
C : Cemas Capek Capi Cecep Ceria
Karena proses perburuan ini memakan waktu hingga setahun, rasa capek akan penantian dan cemas akan kepastian menghinggapi hati ini. Namun, apapun yang terjadi, harus tetap optimis sekaligus pasang wajah yang cecep ceria!
D : Do’a
Senjata orang yang beriman adalah do’a.  Jika kita memiliki senjata, maka kita siap menghadapi musuh yang menghadang. Namun, senjata doa harus diasah dengan usaha agar tidak tumpul.
E :  Education
Senator Amerika, William Fulbright menyatakan bahwa "Education is a slow moving but powerful force. Pendidikan secara perlahan memiliki cara terdahsyat untuk mendamaikan dunia. Hal ini senada dengan novel Three Cups of Tea yang didasarkan dari pengalaman nyata Greg Mortenson di Pakistan. Mortenson menyadari bahwa untuk mempromosikan perdamaian dunia, pendidikan adalah misi terhebat.
F : Fulbright
Oleh karena Senator William Fulbright mengalokasikan sejumlah besar anggaran pemerintah untuk pendidikan, itulah mengapa beasiswa ini disebut Fulbright Scholarship.
G : Going the Extra Mile
Ungkapan ini sejalan dengan tagline beberapa iklan motor yaitu Selalu Di Depan dan Selangkah Lebih Maju. Going the Extra Mile kurang lebih berarti di manapun ataupun posisi apapun kita berada, pencapaian kita sebaiknya di atas rata-rata. Jika kita adalah mahasiswa, maka alangkah baiknya jika kita tidak hanya mengerjakan tugas yang ditugaskan, namun memperkaya diri dengan ilmu yang bisa didapat dari sumber lain. Jika kita adalah salesman, bos pasti akan memuji atau bahkan memberi bonus jika pencapaian penjualan melebihi dari target. Jika kita adalah ular, maka jadilah ular python yang berbadan sebesar pohon kelapa agar musuh langsung mengkeret saat melihat kita. Karena saya adalah seorang anak, saya berharap orang tua bangga dan tak menyesal telah melahirkan saya. Karena saya adalah seorang ibu, saya berharap anak saya memiliki ibu yang bisa ia andalkan untuk meniti kehidupan bersama. Karena saya adalah seorang istri, saya pastikan suami saya melangkahi macan hidup jika minta nikah lagi. Yang terakhir ini serius!
H : Hidup
Live your life to the fullest!
I : Impian
Kuliah gratis ke luar negeri adalah impianku sejak kecil yang dulu terasa amat mustahil. Sedangkan impian masa remajaku adalah bernyanyi duet dengan Ariel NOAH. Mustahil juga kah?
J : Jakarta
Setidaknya aku harus bolak-balik Jakarta 3 kali. Tes GRE umum, GRE Sastra dan wawancara visa.
K : Konsekuensi
Life is about how to deal with the consequences of the choices that you choose!
Konsekuensi dari pergi kuliah lagi adalah berhadapan kembali dengan dosen-dosen yang akan menimpukiku dengan buku-buku yang wajib dibaca dan tugas-tugas yang harus dilakukan.
L : Letter of Reference
Surat referensi atau surat rekomendasi merupakan salah satu perlengkapan administrasi beasiswa. Surat ini bisa kita minta ke dosen atau atasan jika kita sudah bekerja. Saat melamar, hanya dibutuhkan satu saja, namun jika kita sudah terpilih sebagai kandidat, AMINEF akan meminta tambahan 2 surat rekomendasi.
M : Muhammad Sodiqur Rifqi
Makhluk Tuhan paling tampan yang manis luar dalam. Ia bagaikan kopi bali yang membuatku ketagihan dan melek sepanjang hari. 5 tahun yang lalu, saat kami baru saja mengikat hati, aku harus meninggalkannya setahun ke Amerika. Ia dengan sabar dan setia menungguku. Sebentar lagi, aku juga harus meninggalkannya dengan alasan yang sama ke negara yang sama. Susul aku secepatnya, sayang….!

Sabtu, 10 Mei 2014

Berburu Beasiswa S2 ke Amerika Part-4 (The Black Hole)

The Black Hole (Placement Process)
Kebanyakan dari kita sering kali ingin memiliki mesin waktu agar bisa loncat ke masa depan maupun mundur ke masa lalu. Saat yang sedang kita miliki saat ini, masalah yang sedang kita hadapi saat ini, selalu terasa begitu berat sehingga kita mengandai-andai bisa segera melewati saat ini.

Dulu, aku begitu galau dengan statusku yang terasa amat kacau balau. Menjadi istri, ibu, dosen di 3 kampus, mahasiswa sekaligus pengejar beasiswa dalam waktu yang bersamaan membuatku seakan ingin meledak. Ingin rasanya segera melewati momen itu dan berada di masa sekarang.

Sekarang, meski beban mengajarku berkurang, cuti kuliahpun ku ambil, bisa bersama anakku sehari semalam dan semua tes-tesan yang menguras otak dan pikiran, ternyata aku masih saja galau dan kacau. Masalah lama telah teratasi dan berlalu, namun, masalah baru kini mulai bermunculan.

Langkah terakhir dalam usaha mendapatkan beasiswa ke Amerika untuk Master Degree adalah Placement Process, yaitu tahap dimana IIE (Organisasi yang menguruskan beasiswa di US) mendaftarkan kita ke 4 universitas (bagi S2). Tahap ini memakan waktu yang sangat lama, mulai dari bulan Desember hingga Juni. Setengah tahun digantung, boooo!!!! Placement Process memiliki julukan tersendiri, yaitu The Black Hole. Tau kan lubang hitam? Konon katanya di angkasa raya ada lubang bueeeesaaaarrr berwarna hitam yang dapat menyedot benda-benda di sekitarnya; dan plup! Hilang begitu saja, dimakan si Lubang Hitam. Begitu pula Placement Process ini. Segala usaha yang telah kita lakukan, dari mulai mengirimkan lamaran, wawancara, overdosis karena tes, pengumpulan dokumen2, semuanya terasa hilang tak berbekas! Ya, dalam rentang waktu yang lama, kita tak dapat berbuat apa-apa selain menunggu dan menunggu kabar dari IIE, baik maupun buruk.

Umumnya para kandidat akan mendapatkan kabar penerimaan di bulan Maret hingga pertengahan April. Namun, beberapa kandidat yang apes harus menunggu hingga detik-detik terakhir penerimaan. Sialnya, salah satu kandidat apes tersebut adalah aku! Oooohh…nooo…
Jadi, beginilah kronologisnya saudara-saudara….

Jumat, 02 Mei 2014

Berburu Beasiswa S2 ke Amerika Part-3 (Overdoses of Tests)



Setelah wawancara beasiswa yang kacau dan memalukan,  aku tak berani berharap banyak bisa mendapatkan beasiswanya. Tapi, tanganku selalu refleks membuka email tiap kali membuka laptop. Meski jelas-jelas Pak Piet berkata bahwa pengumuman selanjutnya akan diinformasikan akhir Agustus, tapi aku mulai mengecek emailku dari awal Juli. Di satu sisi, aku yakin tidak diterima, namun di sisi lain, aku masih mengharapkanmu, oh beasiswaku sayang…. Hingga akhirnya, suatu sore sebelum solat ashar, aku melihat email ini; email yang membuat sholatku tidak khusyu’ (emangnya biasanya khusyu???).

August 29, 2013
Dear Ms. Istiani,
Congratulations! I am extremely pleased to inform you that you have been officially nominated as a principal candidate for a Fulbright scholarship to pursue study for a Master’s degree in the United States commencing with the Fall 2014 academic term.  Official and final selection for this prestigious program is contingent upon the approval of the J. William Fulbright Foreign Scholarship Board (FSB) in Washington, D.C., the amount of scholarship funds available for the 2014 Fulbright program, and your acceptance for admission by an accredited college or university in the United States.

Oh oh oh…. ALHAMDULILLAH!!! AKU DITERIMA!!! AKU KANDIDAT UTAMA!!!
Rasanya aku memiliki dua sayap yang besar dan lebar yang siap mengantarku ke langit ketujuh! Namun, baru nyampe langit kedua, tiba-tiba aku merosot kembali ke bumi demi melihat keseluruhan isi email!
Menjadi kandidat utama tidak bisa dijadikan jaminan 100% pasti berangkat ke Amrik. Masih ada banyak proses yang harus dilewati lagi yaitu beberapa tes; tes IBT, tes GRE umum, tes GRE Literature dan tahap terakhir yaitu Placement Process. Ok, IBT dulu pernah kuikuti. Setidaknya punya gambaran. Tapi, GRE? Tes apakah itu? Setelah kucari-cari informasinya, ternyata GRE adalah tes yang harus diambil oleh orang yang ingin kuliah master dan doctorate level di Amerika. Melalui hasil GRE inilah, kampus bisa menilai kemampuan akademis pelamarnya. Beruntungnya, semua tes dibiayai AMINEF! Padahal harga tes-tes itu lumayan mahal; satu tes aja bisa mencapai 2 jeti boooo!

Minggu selanjutnya aku mendapatkan jadwal untuk tes-tes tersebut. iBT di akhir September, GRE umum di awal Oktober dan GRE Literature di pertengahan Oktober. Oh Tuhan..jeda waktunya mepet-mepet sekali…satu bulan untuk 3 tes yang super duper sulitnya bagaikan menegakkan benang letoy. Bagaimana aku bisa membagi waktu antara belajar 3 tes itu, mengajar di 3 kampus, kuliah S2 di Undip, mengasuh anak sekaligus melayani suami?
Baiklah saudara-saudara…inilah kisah kasihku yang rumit dengan tes-tes yang membuai perasaan dan memabukkan pikiran sehingga aku overdosis karena mereka.

TES IBT(Internet Based TOEFL)
Untuk melamar kuliah di Amerika, bagi non-native speaker, tentu membutuhkan tes yang mengukur kemampuan Bahasa Inggris agar nanti saat kuliah tidak bengong kemasukan lalat gara-gara tidak mengerti dosennya ngomong apa. Standar skor untuk mendaftar S2 setidaknya 90. Namun, untuk bidang studi yang terkait dengan humaniora, setidaknya mendapat nilai 100 ke atas.

Oh, no!!! bisakah aku dapat 100???? Dulu, score iBT-ku sangat-sangat mengerikan!!! Berarti aku harus melipat gandakan kemampuan Bahasa Inggrisku. Tapi masalahnya cukup klasik; aku hampir-hampir tidak memiliki waktu luang! Jangankan untuk belajar tes, untuk memotong kukupun aku tidak sempat! Terhitung mulai September awal, aku resmi jadi mahasiswa linguistik S2 di Undip. Dulu, aku tidak yakin bisa mendapatkan beasiswa ini. Jadi, daripada membuang waktu, akhirnya aku memutuskan untuk kuliah S2 dengan biaya sendiri. Dan, dilemma pun dimulai…

Seperti inilah jadwalku dalam seminggu;
Senin - Rabu = mengajar dari pagi jam 7 hingga jam 10 malam.
Kamis = jam 3 pagi bangun, pergi ke Semarang. Kuliah jam 8 pagi hingga 6 sore.
Jumat = kuliah dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore. Balik ke Pekalongan jam 7 malam.
Sabtu & Minggu = mengurus anak sambil menyiapkan materi mengajar dan mengerjakan tugas kuliah.

Ibu mana yang tega meninggalkan bayinya di pagi buta jam 3?
Yang membuatku merasa miris adalah anakku belum berusia 6 bulan saat itu. Masih ASI eksklusif, tapi harus ku tinggal-tinggal. Di sela-sela waktu kosong saat Yesha tidur, aku memompa ASI untuk stok saat kutinggal mengajar maupun kuliah. Sebenarnya ada jalan yang lebih mudah, yaitu susu formula. Tapi, aku merasa menjadi ibu yang buruk karena tidak memiliki waktu untuk Yesha. Setidaknya, dengan ASI ekslusif ini, aku berusaha memberikan yang terbaik untuknya.

Perjuangan berat lainnya adalah tiap kamis jam 3 pagi aku harus membangunkan suamiku untuk mengantarkanku ke Semarang. Dengan menembus pagi yang masih teramat gelap dan dingin, mata yang kantuk dan badan yang lelah sering membuatku hampir terjatuh dari motor yang kami kendarai. Suamiku harus selalu mengoceh sepanjang jalan mengajakku ngobrol agar aku terbebas dari kantuk. Sesampainya di Semarang, biasanya jam 6 pagi, kami sarapan di warung favorit kami yang membolehkan kami mengambil nasi dan lauknya sebanyak mungkin dengan harga yang semurah mungkin. Selesai sarapan, aku langsung ke kos untuk mengambil buku kuliah dan siap untuk belajar, sementara suamiku langsung balik lagi ke Pekalongan.

Sabtu, 05 April 2014

Gado-Gado dari Amerika (Part 1 : Tentang Homeless)



Awal dari Semua

15 Juli 2009

“Awwww…!!!!”

Aku menjerit setelah ku cubit tanganku sendiri ketika pesawat terbang mungil dari San Francisco mendarat sempurna di sebuah kota kecil, Arcata. Rupanya aku tidak bermimpi bahwa kini aku berada di Amerika Serikat dengan ongkos sepenuhnya dari pemerintah AS. Dari penjelasan satu-satunya pramugari yang ada, ia menerangkan bahwa suhu di luar adalah 12 derajat C karena sedang berada dalam musim panas. Apppaaa???? Musim panasnya aja 12 derajat??? My oh My… Apa jaket baru yang ku beli di Mall Jakarta sehari sebelumnya ini dapat menolongku dari serbuan udara dingin? (Meski ku beli di Mall, jaket bulu sintetis made in China ini hanya dibandrol 30 ribu! Aku curiga, mungkin karena tak laku-laku sehingga pemilik toko sudah gatal ingin mengeluarkannya daripada nanti jamuran).

Ajib bin dahsyat, meski hanya berselimutkan jaket murah meriah, terpaan angin dingin tidak menggoyahkan langkahku untuk menjalani tahun yang bakal jauh berbeda. Ku namakan ini Tahun Mimpi Kecil-ku karena telah ku impikan  diam-diam sejak kecil. Tuhan memang Maha Mengetahui hati manusiaJ. Lalu, hal apa saja yang paling mengejutkan, mengesankan, membahagiakan dan menyedihkan selama berada di AS. Let’s cekidot, gan!!!!


Fakta (yang Tidak Terlalu) Mengejutkan Tentang AS; Penderita Jantung Koroner Dilarang Membaca Ini

Subjudul yang teramat panjang,hehe… Tapi aku harap, fakta yang ku beberkan setimpal dengan subjudul yang ku berikan


Sudah teramat lumrah bila terbayang AS maka terbayang pula segala bentuk kemewahan fasilitas, kemudahan akses, kenikmatan duniawi, de el el (as we see in movies). Makanya aku terkaget-kaget ketika melihat banyak gelandangan  atau homeless di kota kecilku Arcata, tak terbayangkan lagi jumlah mereka yang membludak di kota-kota besar seperti Los Angeles, New York, Seattle, dll. Guru teaterku, John bilang bahwa sebagian besar homeless adalah pelarian dari pengguna narkoba yang sudah akut, ato bisa juga karena terpengaruh oleh komunitas sesama pecandu.
Berdasarkan pengamatan selama setahun, untuk memudahkan pengidentifikasian homeless teramatlah gampang, seperti berikut ini:

Selasa, 04 Maret 2014

Apa yang Akan Kau Lakukan Jika Mendengar Jeritan di Hutan?

August, 12, 2009, Monday 
Sebelum memulai kuliah yang mulai aktif bulan Agustus akhir, para penerima beasiswa Global UGRAD World Learning mengikuti Summer Intensive Course di kampus selama sebulan. Ada sekitar 11 orang dari 11 negara yang berbeda di satu kelas yang sama. Satu-satunya Bahasa penyatu kita adalah Bahasa Inggris dengan logat Bahasa masing-masing. Kursus ini hampir memakan waktu kami dari pagi hingga sore. Namun karena guru kami menyenangkan dan kreatif, kami tidak merasa bosan maupun lelah.
Ada dua sesi, yaitu sesi pagi yang diisi materi Bahasa inggris. Dan sesi siang diisi oleh teater. Sesi pagi biasanya diawali listening, reading kemudian speaking. Guru kami, Susan, yang rambutnya kuning keputih-putihan (apakah itu sudah dikatakan uban atau bukan, aku tidak bisa menebaknya) sangat sadar bahwa belajar seharian pastilah melelahkan. Oleh karenanya, di akhir kelas terkadang kami diberikan games. Salah satu games favorit kami adalah card games.
Yang pake kerudung sendiri, yang cantik sendiri
Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 11 lebih. Jam pulang sekitar 30 menit lagi. Susan kemudian berinisiatif memberi kami kartu satu persatu secara bergiliran. Setiap orang harus mendiskusikan kartu yang didapat selama 3 menit, tidak boleh ditawar. Elvira, teman sekamarku dari Panama mendapatkan kartu yang menanyakan apa yang akan ia lakukan jika ia mendapat uang yang buanyak sekali. Ia berhayal selama 3 menit mengenai berbelanja ini itu, baju bagus, sepatu mahal, makan di restoran mewah, dan lainnya. Sungguh amat kontras sekali dengan karakternya yang sangat memperhatikan tiap dollar yang dia keluarkan. Aku yakin, jika ia benar-benar mendapat uang banyak, semuanya akan langsung ia masukkan ke bank.
Onni, temanku dari Laos, mendapat kartu yang menanyakan mengenai kepribadiannya. Ia mengakui kalau ia dulunya termasuk orang yang susah gaul. Secara perlahan ia sekarang merubah diri karena ibunya termasuk orang yang pintar ngomong bahkan di depan publik banyak ataupun acara resmi. Ia tidak ingin terjebak pada kesendirian. Ia ingin menjadi seperti ibunya yang seorang public speaker sekaligus periset lingkungan. Kontemplasi Onny mengingatkanku pada diriku sendiri yang termasuk susah gaul dan teramat pendiam.
Pas giliranku mengambil kartu, aku mendapat petunjuk yang berbeda! Alih-alih menceritakan mengenai diri sendiri, kartuku menyuruhku untuk meneruskan cerita. Isinya  seperti ini ”I was walking in the forest then I heard a scream” (Aku sedang berjalan-jalan di hutan, tiba-tiba terdengan sebuah jeritan).
Setelah berpikir sebentar, aku akhirnya punya lanjutan cerita yang (menurutku)sangat realistis.
Oke teman-teman. Jika aku sedang berjalan-jalan di hutan dan mendengar jeritan, maka aku akan mencoba memastikan dari mana arah jeritan itu. Jika ia datang dari arah timur, maka aku akan melarikan diri ke arah barat.”
THE END
Dhuaaaarrrr,,,,..seisi kelas menertawakan (cerita)ku. Aku tak menghabiskan waktu selama 3 menit, bahkan tak juga setengah menit. Susan pun ikut tertawa terbahak dan setuju untuk tidak menyuruhku meneruskan ceritaku yang tak bermutu. Aku sebenarnya bersedih hati karena teman sekelas tidak mendapatkan cerita menegangkan nan heroic ala Robin Hood atau Si Pitung. Tapi setelah kupikir-pikir, ceritaku masuk akal. Kebanyakan dari kita terkadang memang lebih suka lari dari kenyataan dan berusaha untuk tidak memperdulikan masalah atau kekacauan yang terjadi di sekitar kita.
Kalau kata Avril Lavigne sih “I’m thinking what the hell”!
Peace ah!