Sabtu, 06 Juli 2013

Perjuangan Menggapai Beasiswa AMINEF (Global UGrad) Part-1


Saat mulai apply S2 kemana-mana, otakku mulai mengorek-ngorek kenangan lampau 5 tahun yang lalu, dimana saat itu aku berjuang hingga berdarah-darah untuk mendapatkan kesempatan study exchange ke US.
Sekitar satu semester sebelumnya, di kampus ada gossip bahwa aku akan pergi ke Amrik. Aku tak tau wartawan infotainment mana yang menyebarkannya. Setelah aku telisik dan kroscek, ternyata info aslinya berbeda jauuuuh. Temanku, Jane, akan pergi ke Korsel selama sebulan. Bukan Amerika, bukan pula aku, huhu. Pada saat itu, K-Pop mulai booming. Kontan saja aku jealous bin irrrriii…

Kalau tidak salah pada bulan Juli 2008, aku melihat ada pengumuman study exchange ke US di kampus, segera saja aku mencari formulirnya. Deadlinenya masih lama, yaitu November. Tapi aku tidak ingin penyerahan aplikasiku mepet waktu, oleh karenanya sejak bulan itu aku telah menabuh gendrang perjuanganku. Pengisian application formnya tidaklah terlalu ribet, hanya saja dokumen yang menyertainya lumayan bikin kepala mumet. Ada TOEFL minimal 500, 3 surat rekomendasi, essay, dan passport! Inilah perjuangan lahir batinku dalam mendapatkan beasiswa study exchange ke negeri penuh impian tersebut!

1.       Passport
What? PASSPORT??? Seumur-umur belum pernah ke luar pulau Jawa, apalagi luar negeri! Saat itu, aku dan kawan-kawan seperjuangan menanyakan perihal application form ini pada Suzanna, dosen tamu dari California. Dia bilang dengan simple “just write down on it that you do not have any passport yet and you’ll make it as soon as possible”. Otre deeeh… urusan passport jadi rebesssss.

2.       TOEFL
Kini giliran ngeberesin TOEFL. Terakhir kali ikut TOEFL itu cuman TOEFL Like, bukan ITP, IBT apalagi IELTS. Untung salah seorang temen ada yang kakaknya punya lembaga bahasa Inggris yang ngadain TOEFL(TOEFL-an J ), bukan TOEFL ITP, cuma 75 rebu doang. Dan hasilnya; nilai TOEFL kami tergolong lumayan tinggi-tinggi..entah karena memang kami rajin belajar (kurasa tidak) atau karena faktor keberuntungan (yang ini mungkin iya). Tapi denger-denger, entah sejak tahun berapa, yang diterima hanyalah TOEFL resmi macam ITP, IBT ataupun IELTS.

3 Surat Rekomendasi
Baru kali itu aku denger surat rekomendasi. Dan baru kali itu aku menyesal menjadi mahasiswa pasif ala 3D (datang, duduk, diam). Masalahnya adalah; surat rekomendasi harus ditulis oleh dosen ataupun guru yang sangat-sangat-sangat mengenal dan mengetahui kemampun akademik kita. Masalah lainnya adalah; jangankan dikenal dosen, mahasiswa yang beda kelas pun jarang yang mengenalku. Sungguh, aku kelimpungan memikirkan hal ini. Kepada siapakah ku harus meminta 3 surat rekomendasi ini? Satu surat harus dari guru saat SLTA. Okelah tak apa, meski aku bersekolah di kota lain, yang artinya aku harus meminta surat ini lumayan jauh, aku cukup dekat dengan guru bahasa Inggrisku saat di sana.

Sementara itu, dua surat rekomendasi lainnya harus dari dosen pengajar maupun dosen wali. Meski namanya dosen wali, tapi seumur kuliah, aku tak pernah perwalian dengannya secara face to face. Bahkan aku yakin, beliau juga tidak ngeh kalau aku adalah mahasiswa perwaliannya! Oke, lupakan dosen wali. Aku mulai melirik Ketua Jurusan dan Ketua Prodi. Tapi demi melihat mahasiswa yang mengantri untuk sekedar mendapatkan tanda tangan mereka ataupun ingin bimbingan skripsi, aku langsung mundur seribu langkah bak maling ketahuan saat baru saja naik pagar rumah orang.

Mulai sejak itu, aku jadi sering nongkrong di depan kantor dosen, demi melihat dosen mana yang sekiranya sudi memberikanku surat rekomendasi. Setelah ku pertimbangkan, daripada kelamaan, mending langsung saja ku tembak dosen manapun yang sedang terlihat “nganggur” di kantor. Kepalang basah, cuci baju sekalian, heheheh

Setelah masuk ke dalam kantor, mataku dengan nyalang melihat dosen potensial mana yang sekiranya bisa kuganggu. Akhirnya, kupilih dosen muda yang gaya bicaranya ceriwis namun kuyakini hatinya teramat baik dan lembut. Setelah kuutarakan maksudku, sang dosen melihatku dengan mata yang berbicara seperti ini,

ini mahasiswa di kelas mana ya? Angkatan mana ya?  Kok aku berasa gak pernah liat? Pinter gak ya? Kalo pinter, aku pasti udah kenal. Kalo aku gak kenal, pasti ni mahasiswa tergolong standar, ato mungkin di bawah standar”. Menyedihkan sekaligus memalukan!

Aku hanya bisa pasrah ditatap dengan pandangan demikian, namun kalimat yang keluar dari bibir manisnya bisa membuatku berani jingkrak-jingkrakkan di depannya.

“Gini aja..gimana kalo kamu yang membuatkan suratnya, seolah-olah surat itu dari saya. Nanti kalo udah selesai, saya koreksi lalu tandatangan”.

Aku mengangguk dengan takdzim dan dengan perasaan riang keluar dari ruangan dosen yang semula menyesakkan. Namun perasaan gembira itu langsung lenyap demi menyadari hal berikutnya yang harus kulakukan. APA? BIKIN SURAT REKOMENDASI SENDIRI? BERARTI TULISANKU, BAHASAKU, HARUS SETINGKAT DENGAN DOSEN ITU DONG? OH NOOOO!!!!

Langsung saja aku ngacir ke warnet dan mencari contoh surat rekomendasi. Memang banyak contoh surat rekomendasi yang dikasih Mbah Google, tapi kebanyakan terlalu personal, yang kemudian ku pahami bahwa di LN surat rekomendasi banyak diperlukan dalam berbagai hal dan pemberi rekomendasi memang benar2 mengenal peminta rekomendasi sehingga mereka bisa memberikan rekomendasi yang sangat informatif sekaligus personal. Sementara aku? Aku mengira-ngira bagaimanakah seharusnya aku menilai diriku sendiri dari sudut pandang dosen-yang-tidak-kenal-kenal-amat itu?

Akhirnya surat rekomendasi berhasil kubuat dengan tulisan yang berisi pujian bagi diriku sendiri. Setelah kuserahkan pada bu dosen muda itu, ia menanyakan beberapa tulisan yang mungkin dinilainya rancu. Aku menjawab dengan keringat dingin sebesar biji jagung. Namun, karena memang ia dosen yang baik hati meski bicaranya agak ceriwis, ia mau juga membubuhkan tandatangannya.

Oke, 2 surat rekomendasi telah di tangan. Tinggal 1 lagi dosen…akhirnya pikiranku melayang pada seorang dosen yang kebaikan hati dan kemurahan senyumnya tidak diragukan lagi, bahkan telah mendapatkan pengakuan dari pihak internasional. Yaaaahhh…dosen mana sih yang senyumnya tetap mengembang meski kelas yang tengah diajarnya ramai sendiri bagai pasar malam?

Kutemui dosen itu di kantor. Tuh kan, dugaanku benar, ia memang murah senyum. Baru ngeliat dikit, langsung kasih senyum. Setelah memperkenalkan diri dan maksud dari hati ini, sang dosen menganggukkan kepalanya dan tanpa keraguan sedikitpun langsung mengiyakan permintaanku. Tidak hanya itu, ia bahkan bersedia menuliskan sendiri surat rekomendasi untukku! Ia hanya meminta dataku untuk menunjang kerekomendasiannya.

Alhamdulillah, 3 surat rekomendasi telah tersimpan manis di tas, meski penuh dengan pengalaman memalukan. Tapi benar kata orang, kalo malu terus, kapan kita maju?

4.       Essay
Dokumen penunjang terakhir lainnya adalah essay. Awalnya ku kira bagian ini termudah. Namun saat melihat pertanyaan yang harus ku jawab dalam essay tersebut, keningku berkerut bagai jeruk purut. Pertanyaan yang diajukan sebenarnya standar, seperti mengapa kamu ingin belajar di US? Apa yang ingin kamu pelajari? Ekspektasi apa yang ingin kamu raih saat belajar di US? Sumbangsih apa yang akan kamu berikan pada Indonesia setelah belajar di US?

Kalo jawabnya asal saja sih gampang, tapi essay ini adalah salah satu point penting dalam penilaian aplikasi. Otomatis jawaban yang diberikan haruslah semeyakinkan mungkin, seolah-olah jika aku tidak mendapatkan kesempatan ini, Indonesia akan kehilangan salah satu anak bangsa terbaiknya!

Untuk menuliskan essay terbaik, aku juga harus berkutat di balik bilik warnet. Maklum, zaman itu warnet lagi jaya-jayanya, jarang ada laptop, hp internet apalagi wifi gratis. Terlebih aku juga tidak punya laptop ataupun komputer. Bermodalkan flashdisk yang kucolok kesana-kemari, akhirnya dalam waktu sekitar 1 bulan kurampungkan essay dan application form di sela-sela tugas kuliah. Karna tidak terlalu percaya pada tukang pos yang bisa mengirimkan tepat waktu, semua dokumen ku kirimkan pada bulan Oktober, sebulan sebelum deadline. Tinggal menunggu kabar selanjutnya seraya memasrahkan semuanya pada Allah lalu tinggal ongkang-angkang kaki sambil kipasan pake daun pisang.
Artikel Terkait

4 komentar :

  1. kak ingin nanya-nanya program ini, boleh minta email?:) makasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf baru buka commentmu,.silakan email ke imasistiani@ymail.com

      Hapus
  2. kak, boleh minta contoh surat rekomendasi nya dulu kayak gimana? kalo boleh email ya :) garryhartoko@gmail.com
    makasih banyak kak

    BalasHapus
  3. Mba boleh minta email buat koresponden kah? Terimakasih

    BalasHapus