Saat mulai
apply S2 kemana-mana, otakku mulai mengorek-ngorek kenangan lampau 5
tahun yang lalu, dimana saat itu aku berjuang hingga berdarah-darah untuk
mendapatkan kesempatan study exchange ke US.
Sekitar
satu semester sebelumnya, di kampus ada gossip bahwa aku akan pergi ke Amrik.
Aku tak tau wartawan infotainment mana yang menyebarkannya. Setelah aku telisik
dan kroscek, ternyata info aslinya berbeda jauuuuh. Temanku, Jane, akan pergi ke
Korsel selama sebulan. Bukan Amerika, bukan pula aku, huhu. Pada saat itu,
K-Pop mulai booming. Kontan saja aku jealous bin irrrriii…
Kalau tidak
salah pada bulan Juli 2008, aku melihat ada pengumuman study exchange ke US di
kampus, segera saja aku mencari formulirnya. Deadlinenya masih lama, yaitu
November. Tapi aku tidak ingin penyerahan aplikasiku mepet waktu, oleh
karenanya sejak bulan itu aku telah menabuh gendrang perjuanganku. Pengisian
application formnya tidaklah terlalu ribet, hanya saja dokumen yang
menyertainya lumayan bikin kepala mumet. Ada TOEFL minimal 500, 3 surat
rekomendasi, essay, dan passport! Inilah perjuangan lahir batinku dalam mendapatkan
beasiswa study exchange ke negeri penuh impian tersebut!
1. Passport
What?
PASSPORT??? Seumur-umur belum pernah ke luar pulau Jawa, apalagi luar negeri!
Saat itu, aku dan kawan-kawan seperjuangan menanyakan perihal application form
ini pada Suzanna, dosen tamu dari California. Dia bilang dengan simple “just
write down on it that you do not have any passport yet and you’ll make it as
soon as possible”. Otre deeeh… urusan passport jadi rebesssss.
2. TOEFL
Kini
giliran ngeberesin TOEFL. Terakhir kali ikut TOEFL itu cuman TOEFL Like, bukan
ITP, IBT apalagi IELTS. Untung salah seorang temen ada yang kakaknya punya
lembaga bahasa Inggris yang ngadain TOEFL(TOEFL-an J ), bukan TOEFL ITP, cuma 75 rebu
doang. Dan hasilnya; nilai TOEFL kami tergolong lumayan tinggi-tinggi..entah
karena memang kami rajin belajar (kurasa tidak) atau karena faktor
keberuntungan (yang ini mungkin iya). Tapi denger-denger, entah sejak tahun
berapa, yang diterima hanyalah TOEFL resmi macam ITP, IBT ataupun IELTS.
3 Surat
Rekomendasi
Baru kali
itu aku denger surat rekomendasi. Dan baru kali itu aku menyesal menjadi
mahasiswa pasif ala 3D (datang, duduk, diam). Masalahnya adalah; surat
rekomendasi harus ditulis oleh dosen ataupun guru yang sangat-sangat-sangat
mengenal dan mengetahui kemampun akademik kita. Masalah lainnya adalah;
jangankan dikenal dosen, mahasiswa yang beda kelas pun jarang yang mengenalku.
Sungguh, aku kelimpungan memikirkan hal ini. Kepada siapakah ku harus meminta 3
surat rekomendasi ini? Satu surat harus dari guru saat SLTA. Okelah tak apa,
meski aku bersekolah di kota lain, yang artinya aku harus meminta surat ini
lumayan jauh, aku cukup dekat dengan guru bahasa Inggrisku saat di sana.
Sementara
itu, dua surat rekomendasi lainnya harus dari dosen pengajar maupun dosen wali.
Meski namanya dosen wali, tapi seumur kuliah, aku tak pernah perwalian
dengannya secara face to face. Bahkan aku yakin, beliau juga tidak ngeh kalau
aku adalah mahasiswa perwaliannya! Oke, lupakan dosen wali. Aku mulai melirik
Ketua Jurusan dan Ketua Prodi. Tapi demi melihat mahasiswa yang mengantri untuk
sekedar mendapatkan tanda tangan mereka ataupun ingin bimbingan skripsi, aku
langsung mundur seribu langkah bak maling ketahuan saat baru saja naik pagar
rumah orang.
Mulai sejak
itu, aku jadi sering nongkrong di depan kantor dosen, demi melihat dosen mana
yang sekiranya sudi memberikanku surat rekomendasi. Setelah ku pertimbangkan,
daripada kelamaan, mending langsung saja ku tembak dosen manapun yang sedang
terlihat “nganggur” di kantor. Kepalang basah, cuci baju sekalian, heheheh
Setelah
masuk ke dalam kantor, mataku dengan nyalang melihat dosen potensial mana yang
sekiranya bisa kuganggu. Akhirnya, kupilih dosen muda yang gaya bicaranya
ceriwis namun kuyakini hatinya teramat baik dan lembut. Setelah kuutarakan
maksudku, sang dosen melihatku dengan mata yang berbicara seperti ini,
”ini
mahasiswa di kelas mana ya? Angkatan mana ya? Kok aku berasa gak pernah liat? Pinter gak ya?
Kalo pinter, aku pasti udah kenal. Kalo aku gak kenal, pasti ni mahasiswa
tergolong standar, ato mungkin di bawah standar”. Menyedihkan sekaligus
memalukan!
Aku hanya
bisa pasrah ditatap dengan pandangan demikian, namun kalimat yang keluar dari
bibir manisnya bisa membuatku berani jingkrak-jingkrakkan di depannya.
“Gini
aja..gimana kalo kamu yang membuatkan suratnya, seolah-olah surat itu dari
saya. Nanti kalo udah selesai, saya koreksi lalu tandatangan”.
Aku
mengangguk dengan takdzim dan dengan perasaan riang keluar dari ruangan dosen
yang semula menyesakkan. Namun perasaan gembira itu langsung lenyap demi
menyadari hal berikutnya yang harus kulakukan. APA? BIKIN SURAT REKOMENDASI SENDIRI?
BERARTI TULISANKU, BAHASAKU, HARUS SETINGKAT DENGAN DOSEN ITU DONG? OH
NOOOO!!!!
Langsung
saja aku ngacir ke warnet dan mencari contoh surat rekomendasi. Memang banyak
contoh surat rekomendasi yang dikasih Mbah Google, tapi kebanyakan terlalu personal,
yang kemudian ku pahami bahwa di LN surat rekomendasi banyak diperlukan dalam
berbagai hal dan pemberi rekomendasi memang benar2 mengenal peminta rekomendasi
sehingga mereka bisa memberikan rekomendasi yang sangat informatif sekaligus
personal. Sementara aku? Aku mengira-ngira bagaimanakah seharusnya aku menilai
diriku sendiri dari sudut pandang dosen-yang-tidak-kenal-kenal-amat itu?
Akhirnya
surat rekomendasi berhasil kubuat dengan tulisan yang berisi pujian bagi diriku
sendiri. Setelah kuserahkan pada bu dosen muda itu, ia menanyakan beberapa
tulisan yang mungkin dinilainya rancu. Aku menjawab dengan keringat dingin
sebesar biji jagung. Namun, karena memang ia dosen yang baik hati meski
bicaranya agak ceriwis, ia mau juga membubuhkan tandatangannya.
Oke, 2
surat rekomendasi telah di tangan. Tinggal 1 lagi dosen…akhirnya pikiranku
melayang pada seorang dosen yang kebaikan hati dan kemurahan senyumnya tidak
diragukan lagi, bahkan telah mendapatkan pengakuan dari pihak internasional.
Yaaaahhh…dosen mana sih yang senyumnya tetap mengembang meski kelas yang tengah
diajarnya ramai sendiri bagai pasar malam?
Kutemui
dosen itu di kantor. Tuh kan, dugaanku benar, ia memang murah senyum. Baru
ngeliat dikit, langsung kasih senyum. Setelah memperkenalkan diri dan maksud
dari hati ini, sang dosen menganggukkan kepalanya dan tanpa keraguan sedikitpun
langsung mengiyakan permintaanku. Tidak hanya itu, ia bahkan bersedia
menuliskan sendiri surat rekomendasi untukku! Ia hanya meminta dataku untuk
menunjang kerekomendasiannya.
Alhamdulillah,
3 surat rekomendasi telah tersimpan manis di tas, meski penuh dengan pengalaman
memalukan. Tapi benar kata orang, kalo malu terus, kapan kita maju?
4. Essay
Dokumen
penunjang terakhir lainnya adalah essay. Awalnya ku kira bagian ini termudah.
Namun saat melihat pertanyaan yang harus ku jawab dalam essay tersebut,
keningku berkerut bagai jeruk purut. Pertanyaan yang diajukan sebenarnya
standar, seperti mengapa kamu ingin belajar di US? Apa yang ingin kamu
pelajari? Ekspektasi apa yang ingin kamu raih saat belajar di US? Sumbangsih
apa yang akan kamu berikan pada Indonesia setelah belajar di US?
Kalo
jawabnya asal saja sih gampang, tapi essay ini adalah salah satu point penting
dalam penilaian aplikasi. Otomatis jawaban yang diberikan haruslah semeyakinkan
mungkin, seolah-olah jika aku tidak mendapatkan kesempatan ini, Indonesia akan
kehilangan salah satu anak bangsa terbaiknya!
Untuk menuliskan
essay terbaik, aku juga harus berkutat di balik bilik warnet. Maklum, zaman itu
warnet lagi jaya-jayanya, jarang ada laptop, hp internet apalagi wifi gratis.
Terlebih aku juga tidak punya laptop ataupun komputer. Bermodalkan flashdisk
yang kucolok kesana-kemari, akhirnya dalam waktu sekitar 1 bulan kurampungkan
essay dan application form di sela-sela tugas kuliah. Karna tidak terlalu
percaya pada tukang pos yang bisa mengirimkan tepat waktu, semua dokumen ku kirimkan pada bulan Oktober, sebulan sebelum deadline. Tinggal
menunggu kabar selanjutnya seraya memasrahkan semuanya pada Allah lalu tinggal ongkang-angkang kaki sambil kipasan pake daun pisang.
Artikel Terkait
kak ingin nanya-nanya program ini, boleh minta email?:) makasih
BalasHapusmaaf baru buka commentmu,.silakan email ke imasistiani@ymail.com
Hapuskak, boleh minta contoh surat rekomendasi nya dulu kayak gimana? kalo boleh email ya :) garryhartoko@gmail.com
BalasHapusmakasih banyak kak
Mba boleh minta email buat koresponden kah? Terimakasih
BalasHapus