Selesai menyantap Noodle Soup a la Laos bersama keluarga Laos yang telah tinggal di Portland, Oregon selama berpuluh tahun, kami berbincang sejenak mengenai ini-itu.
Ketika mengetahui bahwa aku akan pergi ke LA, Sommone (sang Ayah) dan Joy (sang Ibu) menasihati bahwa LA sangatlah rawan kejahatan, baik itu copet, maling, rampok, rasisme, hingga pembunuhan. “Di LA, ada tempat yang sangat rawan. Para penghuninya tidak takut dengan hukum ataupun polisi. (kayak Gotham city di Batman! seru Keilly). Jika kamu masuk ke wilayah itu, dan terlihat tersesat dan tanpa pengamanan, maka dijamin kamu tak akan pernah kembali,"nasihat Sommone.
Mereka tidak ingat apa nama kawasan itu, namun semua penduduk LA hampir tau mengenai kawasan terlarang itu. Aku jadi teringat dengan film-film Hollywood yang suspense maupun action tanpa pernah menyangka bahwa ternyata tempat itu benar-benar ada!!!
Sommone berpendapat bahwa rawannya kejahatan itu karena banyaknya orang yang ingin mengadu nasib di LA.”Ya,karena Hollywood menjanjikan untuk industry perfilman,”pancingku yang diangguki Sommone yang kemudian melanjutkan, “karena itu banyak sekali gadis muda cantik di sana namun hidup tidak karuan karena mereka telah menghabiskan semua uang mereka untuk bisa menjadi selebritis namun kesempatan tidak berpihak pada mereka. Akibatnya, mereka rela berbuat apa saja demi bertahan hidup, dari perbuatan kriminal hingga menjual diri.” Sungguh, kejamnya Hollywood hampir tidak tercium jika kita melihat filmnya saja, kernyitku.
“Lalu, lebih bahaya manakah naik bus dengan jalan kaki di LA?” tanyaku yang mulai dihinggapi kekhawatiran. “Sama saja. Intinya dalah menjaga diri. Jangan sampai lengah sedikitpun. Jika ada orang yang menabrakmu, periksa langsung semua dompet dan tasmu,”jawab Joy menggebu-gebu.
“Bagaimana dengan Portland sendiri?” berondongku. “Kalau siang-siang sih aku tidak khawatir, namun kalau malam, jangan ke luar sendirian,”ancam Sommone. Joy lalu menambahkan,”dulu, 30 tahunan yang lalu, Portland sangat aman. Pernah kami berpegian meninggalkan rumah selama 5 hari tanpa mengunci pintu. Aku mengira Ia(Sommone) mengunci pintu dan ia mengira aku mengunci pintu. Pas kami pulang, pintu terbuka dan kami langsung memanggil polisi tanpa berani memasuki rumah dahulu karena kami khawatir ada orang lain di dalam rumah. Namun, ternyata tidak ada tanda-tanda pembukaan paksa ataupun barang hilnag lainnya. Akan tetapi, keadaan sangat jauh berbeda sekarang ini. Seorang wanita tua yang tinggal di depan kami pernah membukakan pintu untuk seorang gelandangan pada suatu malam yang sangat dingin. Hati nuraninya merasa iba jikalau ia membiarkan gelandangan itu kedinginan. Namun, ternyata setelah ia membukakan pintu dan mempersilakan masuk, ia dirampok habis-habisan dan dipukuli hingga babak belur. Sejak saat itu, ia memilih untuk tidak bersikap baik pada orang asing. Hanya intuisimulah yang dapat merasakan apakah orang itu baik atau tidak,”cerita Joy. Namun, bahkan hanya dengan mendengar cerita barusan, aku sendiri tidak yakin, apakah intuisi itu masih bisa diandalkan saat ini?
Artikel Terkait
Tidak ada komentar :
Posting Komentar