Kamis, 22 Januari 2015

Petualangan Hari Ke-2 di Cleveland (Antara Harapan dan Kenyataan)

Cleveland, Ohio, 2 Januari 2015

Apabila kawan punya waktu 6 jam di sebuah kota yang kemungkinan besar tak akan kawan kunjungi lagi, apakah yang akan kawan lakukan?
Ya jelas dikelilingin dong!!! Kapan lagi bisa ke sini?
Itulah prinsipku. Aku bahkan sudah merancang untuk pergi ke 12 tempat dalam waktu 6 jam.

Tapi beda dengan dua punggawa di kiri-kananku, mereka geleng-geleng kepala melihat proposal yang ku ajukan dua hari sebelumnya.
“Are you gonna kill us? Come on, one or two major places will be fine…But I like it! It looks good on paper though!” ujar Bambang. Senada dengan Bambang, suamiku berpendapat, “apa ga bahaya kita jalan-jalan malam-malam, apalagi udaranya pasti bakal dingin!”

Aku sendiri awalnya pesimis bisa menyinggahi semua tempat itu, tapi aku meyakinkan mereka bahkan bus kota sudah mulai beroperasi mulai dari jam 2 pagi, jadi bisa naik bus jika dirasa kurang aman dan nyaman. Setelah ditimbang, diteliti, kemudian digosok-gosok (emangnya lampu ajaib?), akhirnya kami mencoba untuk “give it a try if it’s gonna be worth it!”

Sekitar jam setengah satu pagi, kami turun dari Greyhound dan beristirahat sejenak di terminal. Tidur sekitar 3 jam selain menyegarkan mata juga ternyata membuat perut mulai berbunyi lagi. Segera saja kubuka nasi goreng yang 12 jam lalu empuk dan hangat, sekarang teramat dingin dan sedikit keras. Tapi karena kami orang yang pandai bersyukur, nasi goreng keras ini kami sebut “nasi goreng krispi” karena berbunyi kriuk-kriuk saat dikunyah. Dengan alasan untuk memperingan beban bawaan, kami tandaskan seluruh nasgor krispi yang aku prediksikan bisa menyelamatkan bahaya kelaparan selama dua hari. Tak disangka, tak diduga, nasgor krispi ini sungguh terasa nikmat sekali. Saking nikmatnya, ide bisnis langsung timbul pada suapan pertama.

Sepulangnya nanti ke Indonesia, aku ingin membuka warung makan yang menu andalannya adalah Nasi Goreng Krispi Winter Amerika. Kujual murah saja, 5.000/piring agar menarik pelanggan. Jadi, selain bumbu rahasia racikan Suami yang memberi aroma dan rasa yang tajam, butir nasi yang terasa kriuk saat dikunyah ini karena ada proses lain setelah penggorengan, yaitu pendinginan. Nasgor yang sudah digoreng kemudian dimasukkan ke dalam kulkas selama 12 jam, untuk menggantikan sensasi winter di Amerika. Pelanggan yang memesan otomatis harus menunggu nasgor empuk mereka berubah krispi dalam jangka waktu minimal 12 jam. Oleh karenanya, untuk menghibur pelanggan yang suntuk, warungku juga akan menyediakan Teka-Teki Silang(Rp. 2.000 untuk yang covernya Nikita Willy, dan Rp. 2.500 untuk yang covernya Nikita Mirzani), sewa catur Rp. 5.000/jam, mancing ikan di empang Rp. 10.000/jam, mancing ikan di aquarium Rp.15.000/jam, dan juga playing poks (baca:flying fox) Rp.15.000/kilometer. Tiba-tiba aku merasa bisnismen yang jenius! Belum ada warung nasgor di Indonesia yang memiliki konsep seperti ini. Suamiku pasti bangga akan istrinya yang pandai memutar otak ini!

Selesai berkhayal sambil berkriuk-kriuk, aku langsung mengeluarkan kertas berisi daftar nama tempat yang harus dikunjungi, lengkap dengan jarak dari tujuan satu ke tujuan lainnya. Sementara itu, untuk panduan arah lengkapnya, kami selalu konsultasikan dengan google map. Saat ia bilang ke kiri, kami ke kiri. Saat ia bilang ke kanan, kami ikut ke kanan. Terkadang saat ia bilang ke selatan, kami terkadang belok ke utara. Saat kami mulai salah satu langkah saja, navigasi jadi kacau. Terkadang harus mundur lagi ke tempat semula. Beginilah jadinya kalau terlalu menggantungkan diri pada google. Arah mata angin yang cuma empat aja masih ketuker-tuker. Jadi mikir, dulu Frodo dan kawan-kawan di Lord of The Ring ga pake google map, kok ya bisa selamat nyampe tujuan ya? Apa karena mereka mengandalkan posisi bintang? (Bener juga kata Kangen Band…Coba kau pikirkan, coba kau renungkan, tanya bintang-bintang, hanya kaulah yang kusayang..)

Namun demikian, dengan susah sungguh, kami berusaha tetap menerobos angin malam yang kencang berhembus. Kebetulan malam ini bulan purnama, ditambah posisi Cleveland ini persis di pinggir Lake Erie, danau terbesar ke-4 di Amerika Utara, diperparah lagi oleh masuknya musim dingin, hanya separuh tempat tujuan yang berhasil kami singgahi.
Dan hasil jepretannya…..lumayan bikin gigit jari, sodara-sodara!!! Tempat yang kubayangkan berbanding lurus tegak sedikit berbelok ke kanan kemudian ke utara dengan kenyataan di depan mata. Malam ini kami mendapat pelajaran berharga. Sebagus apapun kameramu, sebaru apapun waktu belinya, kalau moto malam-malam, plus ga bisa nyetting dan makenya, hasilnya seperti di bawah ini…



1. Cleveland Public Square
Yang dibayangkan....

Kenyataan hidup...


2. The Mall


Imajinasi

Realiti

3. Cleveland City Hall
Penampakan siang

Penampakan malam

4. Rock and Roll Hall of Fame
Aiiiih...kerennya...

Bunder-bunder apa ini???

5. Cleveland Skyline
Harusnya begini...

Tapi kok jadinya segini???

Karena tak kuat menahan angin dan rasa kecewa, ditambah lagi tas punggung yang menggelayuti, kami memutuskan mengakhiri petualangan setelah sekitar 3 jam berkelana. Terkadang aku mengeluh sakit punggung karena beratnya tas yang kupanggul ini. Sering suamiku menawarkan diri untuk meringankan bebanku. Tapi aku tau sendiri, tasnya bahkan jauh lebih berat. Aku heran, mengapa tasku terasa berat sekali? Padahal yang kugendong cuma segepok uang, sebongkah berlian, plus sekaleng kacang elang (di Amrik, ga ada kacang garuda). Tiba-tiba aku merinding disko, jangan-jangan yang kupanggul ini jin iprit gara-gara tadi aku nyebrang sembarangan? Hiiiii….

Jam 4 pagi kami memutuskan kembali ke terminal. Awalnya lumayan banyak orang di dalam, namun perlahan sepi saat hampir sebagian besar mereka merangsek masuk ke dalam bus, ke tempat tujuan masing-masing. Mata merah, hidung belel, bibir pecah-pecah, kaki pegal linu, punggung kaku, tapi masih terlihat cantik, itulah aku! Hehehe..

Tak peduli dengan keadaan sekitar, Bambang yang awalnya duduk di lantai, langsung mengambil posisi terlentang, tidur berbantalkan tas ranselnya. Tak kuat menahan kantuk yang melanda, aku pun tidur terduduk di lantai, sambil memeluk tas gendutku. Sementara suamiku bilang, ia tak bisa memejamkan mata sepicingpun karena suara bising di terminal. Ia juga bilang, setelah melihat Bambang dan aku tak sadarkan diri di lantai, ada seorang lelaki lain yang berpenampilan gembel, juga ikut-ikutan tidur di lantai. Mungkin lelaki gembel itu berpikir, “wah…malam ini ada kawan sesama gembel yang tiduran di lantai terminal..aku sekarang tak sendirian…”

Jam 6.30an, orang-orang mulai riuh berdatangan. Kami segera mengantri barisan ke tempat tujuan berikutnya. Tepat jam 7 pagi, kami masuk bus. Uuuuh…sungguh nikmat rasanya bisa duduk di tempat empuk dan hangat. Setelah solat subuh di dalam bus (yup, musim dingin gini, adzan subuh berkumandang jam 7 sodara-sodara!), aku langsung mencopot baterai dari mataku dan keadaan langsung gelap dan hangat.
Artikel Terkait

2 komentar :

  1. Oke, fine!
    Even aku blm pernah bertemu bu Imas, tp aku yakin, bu Imas mau membawakan aku oleh2 dari Amrok! Haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. di sini ga ada apa-apa bu...cuma ada salju...nanti pulang-pulang meleleh..

      Hapus