Minggu, 17 Agustus 2014

Dua Pelajaran Berharga dari Dapurku



Tidak terasa aku sudah menghirup udara Arkansas selama 3 minggu. Seminggu lagi aku akan didepak dari University of Arkansas, kampus sementara yang membekaliku dengan sebaskom ilmu untuk bekalku nanti menghadapi perkuliahan yang sebenarnya di Central Michigan University. Kutengok kulkasku; ada begitu buanyak persediaan makanan yang harus kuhabiskan. 2 minggu di sini aku puasa, jadi tidak banyak makanan yang masuk ke dalam gentong perutku. Karena sabtu ini seharian aku libur, di saat yang lain masih tertidur nyenyak, aku mengobrak-abrik dapur. Ada sekantong besar kentang, 5 pond wortel, 5 iris daging ikan,  sebongkah brokoli, segayung bunga kol dan setengah lusin telur. Semuanya aku bantai tanpa ampun. Tomat, cabe, bawang aku iris-iris tipis. Aku banting semuanya ke dalam panci. Terakhir, aku oleskan pasta tomat dan bumbu nasi goreng yang kubawa dari Indonesia.  Jadilah, ‘orak-arik-membabi-buta-pagi-hari’.
 
Kampus Satu Bulan..oh indahnya..
Sebagian kentang aku rebus. Karena terlalu lama direbus, kentangnya terlalu lembek untuk dibuat perkedel. Hasilnya, saat digoreng, si kentang melebur dengan minyak jagung. Payah nih..bikin perkedel aja ga bisa. Sebaskom adonan perkedel akhirnya aku panggang di oven.
Dan bagaimana hasilnya?
Aku tidak mau memfotonya. Sungguh karya cipta yang membuat sakit mata dan sakit perut.

Dengan segala niat baik, aku mengundang teman-teman sekelas untuk mencicipinya. Namun, yang datang hanyalah berbagai alasan. "Imas, tadi aku barusan sarapan," "Imas, aku baru baca postinganmu.Maaf, aku kesiangan!" Tapi ada juga yang jujur, "maaf, perutku rentan dengan masakan pedas." Semua sudah tau bahwa yang kumasak lebih pantas disebut “mercon” daripada “masakan”. Hanya satu yang bersedia datang dan rela kujadikan korban; Rudi Hartono, dari Indonesia juga. Masakan yang harusnya disikat oleh orang sekampung hanya dihabiskan oleh kami berdua. Tentu, masih banyak yang tersisa.
“Rud, nanti makan siang ke sini lagi ya!”
“Mau masak apa lagi, Mas?”
“Ya enggaklah..habisin yang ada aja..”
“Eh..enggak deh, Mas..makasih..kayaknya nanti siang aku masih kenyang.”
Masih kenyang??? Meski IQ-ku cuma setinggi pohon kelapa, tapi aku paham apa yang dimaksud Rudi dengan “masih kenyang”.

Kini, tiba giliran bersih-bersih dapur. Semua kulit kentang, wortel, tangkai brokoli, dan sampah makanan lainnya aku masukkan ke dalam sink dapur. Karena tak kuat melumat semua sampah dalam sekejap, si sink ngadat dan mogok kerja. Air bekas cucian piring mulai menggenang dan hampir tumpah ke lantai. Panik langsung merayap. Kuambil panci terbesar untuk membuang genangan air ke luar apartemen. 7 kali bolak balik (persis sejumlah sa’I dari shofah ke marwah). Teman-teman seapartemenku langsung kuberi peringatan:
“Jangan pakai sink dulu!”
Lalu, datanglah Chang dari apartemen sebelah.
“Coba kamu pakai dishwasher. Antara dishwasher dan sink itu satu saluran. Jadi, kalau dishwashernya dipake, nanti saat pembuangan air, baik dari dishwasher maupun sink keluarnya barengan.” Begitulah kira-kira yang kutangkap.
Kebetulan, peralatan masak dan makan tadi belum kucuci. Semuanya langsung kumasukkan dishwasher dan kunyalakan tombolnya. Cucian akan beres selama satu jam. Oh..nikmatnya hidup tanpa cucian…
Namun, saat dishwasher bekerja, air di sink makin meluap tanpa henti! Kali ini ditambah lagi busa putih menjijikkan yang kuduga berasal dari dishwasher. Bolak-balik lagi, aku mengangkut air dan membuangnya ke halaman belakang apartemen.


Aku menyerah. Tak ada yang tau bagaimana caranya membetulkan sink yang ngadat ini. Kutelepon dr. Lanier, pemilik apartemen.
“Don’t worry, honey.. I’ll come in one hour!”
tereteeteeeet…
Dr. Lanier dan Kirk, suaminya datang dalam sekejap. Kirk langsung bergegas menuju sink dan menyedotnya. Tak berhasil! Ia kotak-katik ini itu, obrak-abrik sana sini. Sementara Dr. Lanier, Nan, Danissa dan aku cekakak cekikik ngobrol ngalor ngidul. Setelah hampir sejam bereksperimen, akhirnya Kirk berkata.
“Aku tak bisa memperbaikinya. Nanti kusuruh seseorang untuk datang memperbaikinya.”
Sebelum pergi, Dr. Lanier berpesan,”jangan membuka dishwashernya ya! Karena saluran airnya sama, nanti membludak.”
“Ok!!!” sahutku, Nan dan Danissa bersamaan.

Saat Dr. Lanier menghilang dari pintu, kami langsung membuka dishwasher.
“Oeeek…baunya ga enak!” kata Danissa.
“Gimana kalo kita cuci sekali lagi?” kataku.
“Ya, tapi sabunnya ditambahin lagi.”
Dan jreng jreng jreng…kami menyalakan lagi dishwasher.
Sejam kemudian utusan dari Kirk datang. Setelah hampir sejam mengotak-atik dapur, ia pun menyerah dan menelepon Dr. Lanier.

Semenit kemudian, Dr. Lanier menelpon.
“Tadi aku bilang apa? Jangan buka dishwasher! Tapi malah dishwashernya dipake lagi! Akhirnya ada bagian dari tembok yang jebol akibat aliran air yang membludak. Aku harus memanggil tukang pipa besok Senin karena akhir minggu tak ada tukang pipa yang buka. Jadi, kuulangi sekali lagi, jangan pake dishwashernya, ok! Kalian paham? Kalian denger kan?”
Aku dan teman-teman langsung pucat pasi mendengar ceramah dari Dr. Lanier. Andai saja kita tidak menggunakan dishwasher itu…pasti sekarang sudah bisa diperbaiki..
Karena tukang pipa datang hari senin, selama 2 hari kami tidak bisa menggunakan dapur sama sekali. Hari itu aku belajar bahwa tak selamanya niat baik berakhir dengan indah...hiks...mana masakan tidak ada yang mau makan, dapur pake rusak lagi..

Saat hari Senin tiba, kami pergi ke kampus seperti biasanya. Sepulang dari kampus, dapur sudah diperbaiki.
“Horeeee…..aku bisa masak lagi!!!” teriakku. Meski sebenarnya yang sering kumasak adalah mie instan dan air. Sungguh melegakan dan membahagiakan! Apalagi sore ini kami ada acara untuk nonton bersama di bioskop. Aku memilih menonton Lucy, film science fiction terbaru dari Scarlett Johanson.

Sekitar jam 10, saat tiba di apartemen, Danissa langsung berteriak.
“Mmmm…bau apa ini? Kayaknya bau gosong..”
“Iya…kok panas banget nih apartemen..tumben..” Nan yang sering mengotak-atik AC ikut berkomentar.
“Oh My God! Ada yang nyalain kompor!!!” Danissa kembali berteriak.
“Ya ampuuun!!! Siapa sih yang masak air!!!!” Omelku setelah mematikan kompor.
Apartemen yang hampir terbakar(olehku)
“Gila aja kali ya….apartemen kita bisa kebakaran!!! 4 jam nyalain kompor buat ngerebus air! Siapa sih yang bikin onar ini?”

Aku mengerutkan kening. Tadi jam 6 sebelum meninggalkan apartemen, aku meliat seseorang merebus air di ketel. Ya, aku tau siapa orangnya!
Dia adalah aku!
Mukaku langsung pucat.
Hmmm...ngaku nggak ya…..
Malam itu, aku mendapatkan pelajaran yang lebih berharga lagi;ternyata air seketel penuh bisa menghilang tak bersisa dalam kurun waktu 4 jam.
 
2 Agustus 2014
Artikel Terkait

2 komentar :