Menjadi dosen yang baru bergelar S1 itu sungguh
menyedihkan. Ibaratnya jeruk makan jeruk. Masa mahasiswa S1 diajar dosen yang
baru S1 juga? Ingin lanjut study, tapi biaya gak mumpuni. Akhirnya ku cari
berbagai beasiswa S2 yang memungkinkan kucoba. Chevening di Inggris dan ADB di
New Zealand? Work experienceku belum ada 2 tahun. Erasmus mundus di Eropa? Aku gak
punya IBT maupun IELTS. Yang memungkinkan adalah AMINEF (Amerika) dan ADS/AAS
(Australia).
Study Objective
Formulir aplikasi AMINEF untuk beasiswa S2nya sungguh
membuatku tercengang. Hanya 4 lembar! Itupun yang perlu diisi hanya teramat
sangat sedikit sekali (super lebay). Bandingkan dengan milik ADS yang mencapai
30 lembar!
Namun yang membedakan adalah study objective-nya. Apa sih
study objective itu? Secara harfiah, study objective adalah tujuan belajar yang
biasanya diminta oleh universitas untuk mengetahui seberapa kuat keinginan
belajar calon mahasiswanya. Kurang lebih study objective untuk aplikasi AMINEF
berisi: Apa yang ingin kau pelajari di Amerika? Mengapa kamu ingin
mempelajarinya di Amerika? Skill apa yang ingin kamu kuasai? Apa kaitannya
dengan pengalamanmu sebelumnya? Bagaimana dengan rancanganmu ke depan nanti
setelah lulus S2 di Amerika?
Setelah kucari-cari, akhirnya kutemukan berbagai
contoh study objective di internet. Aku juga meminta contoh study objective ke
temanku, Dian Mayasari yang kini tengah belajar di negeri Paman Sam. Hasilnya membuat
keringatku mengucur deras. Kebahagiaan atas formulir yang hanya 4 lembar itu
langsung sirna seketika akibat study objective yang satu ini. Study objective
punya Dian teramat sangat bagus sekali. Terutama karena Dian terlibat di banyak
organisasi dan kegiatan sosial sehingga menambah nilai plus. Sedangkan aku? Saat
itu, aku hanya dosen tidak tetap yang tidak memiliki kegiatan apapun selain
mengelus perut buncitku. Ya, saat itu aku tengah hamil anak pertamaku.
Meski hanya 1 lembar, gara-gara study objective ini,
aku tiba-tiba ingin aktif organisasi. Tapi karena aku adalah pendatang baru di Pekalongan
yang notabene hanyalah kota kecil, aku berasumsi tidak banyak organisasi yang
ada di kota batik ini. Karena aku ingin mengambil sastra, otomatis aku
seharusnya akrab dengan dunia tulis menulis. Namun, klub kepenulisan di kota
ini mati suri. Sempat ingin membuat klub menulis sendiri (pastilah keren jika
di study objective aku menulis bahwa aku mendirikan sebuah klub menulis), namun
hasil tulisan yang pernah kubuat hanyalah skripsi. Di media cetakpun, tulisanku
pernah mejeng sekali. Itupun sudah tua dan lama.
Karena tidak bisa mengunggulkan diri di bidang
organisasi, akhirnya aku fokuskan pada apa yang ingin kupelajari; yaitu sastra.
Tapi sastra apa? Sastra kan sangat luas sekali kajiannya. Aku buka-buka kembali
skripsiku. Aku pelajari kembali buku-buku sastraku. Aku renungkan kira-kira
kajian apa yang menarik untuk dipelajari. Saat mendengar bahwa novel Laskar
Pelangi sudah diterjemahkan ke dalam puluhan Bahasa asing, termasuk Bahasa Inggris,
ide itu muncul. Ya, aku ingin meneliti Laskar Pelangi! Tapi novel popular itu
sudah banyak dikaji di sana-sini. Aku tidak ingin mengkaji tokoh, tema, setting
ataupun gaya Bahasa.
Setelah bermeditasi selama sebulan lebih, akhirnya aku
putuskan untuk mengkaji dampak novel Laskar Pelangi terhadap masyarakat. Tidak diragukan
lagi novel ini memiliki dampak responsif, utamanya di bidang pendidikan. Setelah
novel ini muncul, ada banyak gerakan sadar pendidikan yang diwujudkan dalam
berbagai wadah, entah itu organisasi, kegiatan volunteer, maupun bantuan beasiswa.
Bahkan pemerintah pun mulai memperhatikan nasib para guru yang dulu amat
memprihatinkan.
Namun, yang membingungkan adalah teori apa yang cocok
dengan kajian itu.Rasanya menyesal sekali dulu waktu kuliah aku tidak belajar
dengan sungguh-sungguh. Aku bahkan tidak tau teori apa saja yang ada di kajian
sastra. Dengan malu, aku menanyakan hal itu pada dosenku yang kini tengah
menempuh S3-nya di New York. Dengan rendah hati, beliau menyatakan bahwa
kajianku cocok apabila disandingkan dengan teori reader’s response theory atau
phenomenological research. Waaaah…rasanya bagaikan ikan yang dicemplungkan ke
air, aku langsung berenang-renang bebas di atas laptop.
Butuh hampir 2 bulan untuk merampungkan study
objective ini, dari mulai masa pencarian apa itu study objective hingga final
draft. Sementara itu syarat aplikasi yang lain cenderung mudah yaitu TOEFL
minimal 550 (punyaku mepet sekali), surat rekomendasi, KTP dan ijazah. Tanpa membuang
waktu, langsung kuserahkan lamaranku pada AMINEF melalui petugas kantor pos
yang terhormat. Sebenarnya deadline masih agak lama, yaitu 15 April. Namun karena
HPL-ku 16 Maret, maka aku lebih memilih mengirimkannya di awal, seminggu
sebelum melahirkan. Tentu saja aku tidak ingin melahirkan sambil memikirkan
study objective. Bisa-bisa anakku nanti bernama Studina Objectivania, hehehe
Sambil menanti kelahiran anak pertama, aku juga
menanti kabar selanjutnya. Masalah
diterima atau tidak, kuserahkan sepenuhnya pada Yang Maha Kuasa. Pokoknya the show must go on!
Batang, 20 Februari 2014
Artikel Terkait
mba aku mau tanya-tanya.. boleh minta alamat emailnya? terima kasih...:)
BalasHapusboleh..imasistiani@ymail.com
BalasHapussekarang udah diterima di mana mbak ???
BalasHapusdi central michigan university
HapusSalam kenal mbak. Saya Vicha, yg baru saja mengirim email terkait studi s2 di USA. Mohon saran dan ditunggu balasannya. Terima kasih :)
BalasHapusYeah..sudah saya jawab emailnya ya...smoga bisa membantu.
HapusSalam kenal mbak, mohon balasan email saya. Terima kasih :)
BalasHapusMbk saya mau tanya2 di email ya, mohon bantuannya, trims
BalasHapusSubhanalloh isi blog mbak sungguh buat aku semangat lagi buat dapetin beasiswa ke luar negeri :)
BalasHapusSubhanalloh isi blog mbak sungguh buat aku semangat lagi buat dapetin beasiswa ke luar negeri :)
BalasHapusalhamdulillah..ayo...tetap semangat!!!
Hapushy,, kak bsa nggak tanya" soal mebuat study objective?? :)
BalasHapus