Tidak terasa aku sudah menghirup udara Arkansas selama
3 minggu. Seminggu lagi aku akan didepak dari University of Arkansas, kampus
sementara yang membekaliku dengan sebaskom ilmu untuk bekalku nanti menghadapi
perkuliahan yang sebenarnya di Central Michigan University. Kutengok kulkasku;
ada begitu buanyak persediaan makanan yang harus kuhabiskan. 2 minggu di sini
aku puasa, jadi tidak banyak makanan yang masuk ke dalam gentong perutku.
Karena sabtu ini seharian aku libur, di saat yang lain masih tertidur nyenyak,
aku mengobrak-abrik dapur. Ada sekantong besar kentang, 5 pond wortel, 5 iris
daging ikan, sebongkah brokoli, segayung
bunga kol dan setengah lusin telur. Semuanya aku bantai tanpa ampun. Tomat,
cabe, bawang aku iris-iris tipis. Aku banting semuanya ke dalam panci.
Terakhir, aku oleskan pasta tomat dan bumbu nasi goreng yang kubawa dari
Indonesia. Jadilah, ‘orak-arik-membabi-buta-pagi-hari’.
 |
Kampus Satu Bulan..oh indahnya.. |
Sebagian kentang aku rebus. Karena terlalu lama
direbus, kentangnya terlalu lembek untuk dibuat perkedel. Hasilnya, saat
digoreng, si kentang melebur dengan minyak jagung. Payah nih..bikin perkedel
aja ga bisa. Sebaskom adonan perkedel akhirnya aku panggang di oven.
Dan bagaimana hasilnya?
Aku tidak mau memfotonya. Sungguh karya cipta yang
membuat sakit mata dan sakit perut.
Dengan segala niat baik, aku mengundang teman-teman
sekelas untuk mencicipinya. Namun, yang datang hanyalah berbagai alasan. "Imas, tadi aku barusan sarapan," "Imas, aku baru baca postinganmu.Maaf, aku kesiangan!" Tapi ada juga yang jujur, "maaf, perutku rentan dengan masakan pedas." Semua sudah tau bahwa yang kumasak
lebih pantas disebut “mercon” daripada “masakan”. Hanya satu yang bersedia datang dan
rela kujadikan korban; Rudi Hartono, dari Indonesia juga. Masakan yang harusnya
disikat oleh orang sekampung hanya dihabiskan oleh kami berdua. Tentu, masih
banyak yang tersisa.
“Rud, nanti makan siang ke sini lagi ya!”
“Mau masak apa lagi, Mas?”
“Ya enggaklah..habisin yang ada aja..”
“Eh..enggak deh, Mas..makasih..kayaknya nanti siang
aku masih kenyang.”
Masih kenyang??? Meski IQ-ku cuma setinggi pohon
kelapa, tapi aku paham apa yang dimaksud Rudi dengan “masih kenyang”.
Kini, tiba giliran bersih-bersih dapur. Semua kulit
kentang, wortel, tangkai brokoli, dan sampah makanan lainnya aku masukkan ke
dalam sink dapur. Karena tak kuat melumat semua sampah dalam sekejap, si sink
ngadat dan mogok kerja. Air bekas cucian piring mulai menggenang dan hampir
tumpah ke lantai. Panik langsung merayap. Kuambil panci terbesar untuk membuang
genangan air ke luar apartemen. 7 kali bolak balik (persis sejumlah sa’I dari
shofah ke marwah). Teman-teman seapartemenku langsung kuberi peringatan:
“Jangan pakai sink dulu!”
Lalu, datanglah Chang dari apartemen sebelah.
“Coba kamu pakai dishwasher. Antara dishwasher dan
sink itu satu saluran. Jadi, kalau dishwashernya dipake, nanti saat pembuangan
air, baik dari dishwasher maupun sink keluarnya barengan.” Begitulah kira-kira
yang kutangkap.
Kebetulan, peralatan masak dan makan tadi belum
kucuci. Semuanya langsung kumasukkan dishwasher dan kunyalakan tombolnya.
Cucian akan beres selama satu jam. Oh..nikmatnya hidup tanpa cucian…
Namun, saat dishwasher bekerja, air di sink makin
meluap tanpa henti! Kali ini ditambah lagi busa putih menjijikkan yang kuduga
berasal dari dishwasher. Bolak-balik lagi, aku mengangkut air dan membuangnya
ke halaman belakang apartemen.